Sudah Layak Hukuman Mati Bagi Koruptor, Pemberi, dan Penerima Suap


Jakarta Forum - Rasuah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Abdul Gafur Mas'ud sebagai dugaan dugaan modus korupsi suap.

Selain Abdul Gafur, ada sejumlah nama lain yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama, salah satunya Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis.


Nur Afifah memiliki peran penting di balik manuver Abdul Gafur dalam mengeruk uang dari sejumlah rekanan proyek.


Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, Nur Afifah Balqis yang merupakan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan menampung uang suap dari Abdul Gafur. Uang tersebut disimpan di rekening milik Nur Afifah.

"Tersangka Abdul Gafur diterima bersama tersangka Nur Afifah Balqis, menerima dan menyimpan serta mengelola uang-uang yangnya dari para rekanan di dalam rekening bank milik tersangka Nur Afifah Balqis yang berikutnya digunakan untuk tersangka Abdul Gafur Mas'ud," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/1).

Selain dua sosok itu, ada empat orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada 2021-2022.
Mereka antara lain, pihak swasta Achmad Zuhdi, Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro, serta Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman.

Uang suap tersebut diduga terkait proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara senilai Rp 112 miliar.

Pengadaan proyek tersebut untuk proyek pembangunan multitahun peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar dan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Menindaklanjuti tersebut, Abdul Gafur diduga tersangka tersangka Mulyadi, Edi Hasmoro, dan Jusmadi untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Selain itu, Abdul Gafur Mas'ud juga diduga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan antara lain perizinan untuk H Kabupaten Penajam Paser Utara dan perizinan Pabrik Pemutih Batu pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara.

"Tersangka Mulyadi, Edi Hasmoro, dan Jusmadi dianggap sebagai orang pilihan dan kepercayaan dari Abdul Gafur untuk dijadikan sebagai representasi dalam menerima maupun mengelola sejumlah uang dari berbagai proyek untuk selanjutnya digunakan bagi keperluan Abdul Gafur," kata Alex.

Penerimaan uang tersebut kemudian ditampung oleh Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis menggunakan nomor rekeningnya. Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi Abdul Gafur.

"Tersangka Abdul Gafur juga diduga telah menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari tersangka Achmad Zuhdi mengerjakan proyek jalan dengan nilai kontrak Rp 64 miliar di Kabupaten Penajam Paser Utara," kata Alex.

Tersangka Achmad Zuhdi sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu Abdul Gafur, Mulyadi, Edi Hasmoro, Jusman dan Nur Afifah Balqis sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana mestinya telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Sepertinya para pejabat tidak memiliki efek jerah terhadap kasus – kasus korupsi, terima suap yang telah menjerat pejabat – pejabat lainnya dalam kasus yang serupa, maka perlunya hukuman mati diberlakukan bagi koruptor, pemberi suap dan penerima suap di atas Rp. I Milliyar (Satu Miliyar Rupiah), dan jangan sebagai wacana belaka hukuman mati itu didengunkan.

Sudah seharusnya dan pantasnya hukuman mati ini diberlakukan sehingga para pejabat yang melakukan kejahatan tersebut untuk selanjutnya akan berpikir seribu (1000) kali untuk melakukan kejahatan yang dilakukannya sehingga hukum itu tidak tumpul ke bawah.[pr45/Jf].

Related

Hukum 1928628783756882485
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item