BUKTI PETA PERPINDAHAN JALAN HOLING SEJAUH 3 KM

Jakarta

Peta atau Katografi (Garis Putih) pembangunan jalan Holing yang berpindah seluas 3 KM.
Jf-PTUN. Bukti Peta Jalan Holing Perpindahan Seluas 3 KM. Proses sidang gugatan Syahruni (Penggugat) dalam hal ini memberi kuasa pada  Joy Morris Siagian dan Patners  yang diwakili oleh Joy Morris Siagian,.SH,.MM,.MH,.CIL,. Husrani Nur,.SH,.MH,.Andel,.SH,.MH,.dan Sayuti,.SH.

Dalam sidang yang mengagendakan mendengar keterangan ahli, Kamis (13/12/19) baik dari pihak penggugat maupun dari pihak tergugat II intervenient, sementara dari pihak penggugat menghadir dua (2) orang saksi ahli yaitu, Tjiong Giok Pin dari Universitas Indonesia (UI) fakultas Geografi dan Sonny Maulana Dosen Universitas Indonesia (UI) fakultas Hukum Administrasi Negara.

Sementara PT Adaro Indonesia (PT.AI) dalam hal ini di wakili oleh SRS Lawfirm mempercayakan kepada Prof. DR. Nurhasan Ismail,.SH,.MSi Dosen Universitas Gajah Mada (UGM) Fakultas Hukum Agraria sebagai saksi ahli dalam proses gugatan di PTUN Jakarta dan dari Badan Koordinasi Penaman Modal (BKPM) di wakili oleh Divisi Hukum instansi tersebut.

“ Siapa dulu yang akan didengarkan keterangan ahlinya,” ucap ketua majelis hakim Susilowati Siahaan kepada pihak penggugat. 

“Bapak Tjiong Giok Pin dari Universitas Indonesia (UI) Department of Geografi yang akan menerangkan terkait mengenai peta atau katografi,” ucap Andel. 

Dalam keterangannya ahli (Tjiong Giok Pin) memperlihatkan dan menerangkan peta atau katografi yang telah di ofservasi diwilayah yang di sengketakan khususnya di Kalimantan Tengah (Kalteng).

Saksi ahli bidang geografi Tjiong Giok Pin saat di ambil sumpah oleh hakim anggota II Edi Septa Surhaza 
Saksi ahli menjelaskan bagaimana satu wilayah yang berkaitan dengan lokasi itu bisa jadikan data berdasarkan posisi absolute titik kordinat, dimana posisi absolute di dalam gia. Jadi berdasarkan garis yang di ukur yang ada dipeta ini posisinya berpindah bukan bergeser, 

Ahli membantah pernyataan ofservasinya katanya diragukan karena ofservasi itu hanya berdasarkan laporan – laporan saja tanpa turun kelapangan menurut saksi ahli sebelumnya yang dihadirkan oleh pihak tergugat (BKPM), Kamis (6/12/19).

“ Tanpa kelapangan apakah bisa menentukan ? selama kordinat itu dapat di ukur,di google pun ada tapi untuk membuktikannya tim ofservasi harus kelapangan kecuali kita punya beberapa sumber, seperti salah satunya Badan Informasi Biostabia (BIB), tandas ahli.  

Usai memberi keterangan ahlinya, Kamis (13/12/19) di temui wartawan Jakarta forum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terkait pelanggaran geogarfis Tjiong Giok Pin mengatakan,”  kalau dilihat pelanggarannya itu terkait dengan ketetapan hukumnya, tapi yang jelas lokasi yang di ijinkan dengan lokasi yang di bangun itu beda secara hukum berartikan kan bukan membangun di tempat sudah haknya untuk di bangun (Jalan Holing) itu saja,” ucapnya.

“ Kalau itu memang sesuai dengan aturan tentu saja (Terkait perpindahan jalan Holing sejauh 3 KM) dia (PT.AI) melanggar, tapi kembali harus dilihat aturan – aturan yang ada dan ijin, apakah dia melanjutkan denga ijin selanjut apa tidak karena ijin awal itu ada di atas dekat sungai tapi yang di bangun (Jalan Holing) di bawah, tegasnya.

Terkait pertanyaan kuasa hukum penggugat mengenai bergesernya atau berpindahkah seluas 3 KM pembangunan jalan holing yang di bangun PT. Adaro Indonesia, dengan tegas Tjiong Giok Pin mengatakan,” itu bukan bergeser tapi pindah lokasinya.

Saksi ahli kedua Sonny Maulana Dosen fakultas Hukum Administrasi Negara. Universitas Indonesia (UI) menerangkan wewenang Menteri kehutanan dan kepala BKPM tentang aturan pendelegasian atas nama yang disebut-sebut dalam persidangan.

Saksi ahli hukum Administrasi Negara Sonny Maulana saat di ambil sumpah oleh Ketua majelis hakim Susilowati siahaan
“Yang pertama adalah penjelasan wewenang oleh menteri kehutanan kepada kepala BKPM di sana di dalam aturannya itu ditegaskan yang sebagai pendelegasian atas nama. kedua, menurut konsep administrasi negara, pendelegasian itu tidak mengalihkan wewenang,” kata Sonny.

“Wewenang tetap berada pada yg mendelegasikan. penandatanganan atas nama hanya masalah administratif. Oleh karena itu, ketiga, kop surat tetap pada pemilik wewenang. dalam proses perizinan yg diatur dalam permen-permen kementerian lingkungan hidup dan kehutanan terkait, bahkan ditegaskan, bahwa kajian atas persyaratan teknis dilakukan oleh pejabat kementerian lingkungan hidup dan kehutanan,” imbuh dia.

Lebih lanjut, ahli mengatakan untuk konsekuensinya menjadi tanggung jawab kementerian LHK. Kata Sonny, bila disertai dengan kop surat, maka BKPM menjadikan posisinya sebagai penanggung jawab keputusan.

“Artinya sebenarnya segala konsekuensinya menjadi tanggung jawabnya kementerian tersebut. keempat, sehingga menjadi tidak logis apabila yang sekedar menandatangani atas nama harus bertanggung jawab. Tapi kalau dengan kop surat BKPM, maka kepala BKPM menjadikan dirinya sebagai penanggung jawab keputusan tersebut.” terang ahli.

Usai sidang kembali ditemui wartawan Jakarta Forum Sonny Maulana di Pengadilan TUN Jakarta, Jalan sentra Primer Baru Timur, Pulogebang Jakarta Timur, Sonny mengatakan,’ Yang pertama adalah pendelegasian wewenang oleh Mentri Kehutanan kepada Kepala BKPM di dalam aturannya itu ditegaskan sebagai pendelegasian atas nama,ucapnya.

“ Jadi dalam proses administrasi negara pendelegasian itu tidak mengalihkan wewenang pertama, wewenang tetap berada pada yang mendelegasiakan. Yang kedua, kewenangan penanda tangganan atas nama jadinya hanya masalah administratif seperti itu, oleh karena itu ya kepala surat tentang wewenang yang didelegasikan atas nama itu tetap kepala surat pemegang wewenang dalam hal ini Mentri KLH, tutur Sonny.

Dari keterangan ahli yang terkait masalah yang masuk kerana subtansinya administri yang dipermasalahkan BKPM apa Mentri KLH Sonny mengatakan,” Nah jadi ini kan benarnya juga terlihat dalam proses permen – permen yang terkait dengan ini kementrian KLH itu bahkan menegaskan kajian atas persyaratan teknis dilakukan tetap oleh Kementrian KLH, artinya kan sebenarnya segala konsekwensinya menjadi tanggung jawab Mentri KLH sehingga logis ga kalau kemudian yang sekedar menandatanggani jadi harus bertanggung jawab, tapi mau tidak mau dia (BKPM-red) tergugat di sini (PTUN) karena kopnya atau kepala suratnya adalah kepala surat kelembagaan dia, tegas Sonny.

Apakah dalam hal pendelegasian wewenang Kementrian KLH lempar bola panas kepada BKPM, jawab Sonny,” sebenarnya bisa dua, sebenarnya Perpres yang memang mengalihkan itu, sebenarnya BKPM mungkin tidak akan menjadi bermasalah dan menjadi tergugat kalau misalkan kopnya tetap kementrian KLH tadi kan saya sudah katakana dalam persidangan, pungkasnya. 

Saksi ahli ketiga yang di hadir tergugat II intervenient (PT. Adaro Indonesia) yang menghadirkan Prof. DR. Nurhasan Ismail,.SH,.MSi pengajar di Fakultas Hukum Agraria Universitas Gajah Mada (UGM)  . Ahli tahu BKPM tapi tidak ada hubungan kerja dan tidak ada hubungan darah dengan Kepala BKPM, lalu saksi ahli baru tahu ini PT. Adaro Indonesia dan tidak ada hubungan kerja, sementara dengan Direktur Utama PT. Adaro Indonesia Chia Ah Hoo saksi ahli tidak kenal dan tidak ada hubungan darah.

Saksi ahli memberikan keterangan ahlinya terkait dengan tanah yang di klaim oleh penggugat. “ Menurut ahli apakah di dalam buku hukum agraria dikenal hak pengembala kerbau, pertanyaan yang dilontarkan kuasa hukum tergugat II intervenient PT. Adaro Indonesia.

Saksi ahli ketiga yang dihadirkan oleh pihak tergugat II intervenient Prof. DR. Nurhasan Ismail,.SH,.MSi saat di ambil sumpah oleh hakim anggota I Baiq Yulini.
“ Jadi kalau tempat pemgembalaan ternak itu bersumber dari hukum adat, tempat pengembalaan kerbau atau ternak yang dimiliki bersama sama oleh warga untuk kepentingan bersama dan bukan dimilki oleh perseorangan dan tidak mungkin di miliki perseorangan karena prinsifnya itu untuk kepentingan bersama, ucapnya.

“ Karena di dalam hukum adat itu tempat pengembalaan kerbau maka paling tidak kepunyaan bersama dari seluruh warga, kalau kemudian di klaim sebagai hak individual oleh seorang atau beberapa warga maka bertentangan dengan prinsif hukum adat, tegas Prof. Nurhasan Ismail.

Sidang yang berjalan dari pukul 13.00 WIB dan berakhir pada jam 17.45 WIB karena agendanya mendengarkan keterangan ahli tiga (3) orang memakan waktu yang cukup lama, dan usai mendengarkan keterangan ahli dari tergugat II intervenient majelis hakim yang diketuai Susilowati Siahaan akhirnya menutup sidang dan dilanjutkan pada pecan depan, Kamis 20 Dermber 2019 pukul 13.00 WIB dengan agenda tambahan bukti para pihak.

Sebelum sidang di tutup kuasa hukum penggugat andel menggingatkan kembali pada kepada majelis hakim terkait permohonan persidangan setempat (PS) untuk segera dilaksanakan agar majelis hakim mengetahui lokasi di lapangan yang di sengketakan.

“ Baik atas permohonan penggugat kami akan memusyawarahkan kembali, tutur Ketua majelis hakim. [edi/Jf].     


Related

Peristiwa 7205508997054375660
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item