Indonesia Terapkan Kebijakan Baru dalam Berinvestasi
https://www.jakartaforum.web.id/2018/10/indonesia-terapkan-kebijakan-baru-dalam.html
Jakarta - Pemerintah Indonesia terus berupaya menerapkan strategi yang tepat dalam berinvestasi, mengingat investasi memegang peranan yang sangat penting dalam ekonomi dan pembangunan Indonesia. Sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, terdapat tujuh strategi inti untuk meningkatkan iklim bisnis dan investasi di Indonesia, yakni: 1) perbaikan kepastian hukum terkait aktivitas investasi dan bisnis; 2) penyederhanaan prosedur dalam mendapatkan izin/lisensi kegiatan bisnis dan investasi, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah; 3) pengembangan layanan investasi, di antaranya melalui One Stop Service (OSS) Center; 4) pengembangan fasilitasi investasi dan insentif; 5) pendirian forum investasi; 6) perbaikan iklim ketenagakerjaan agar lebih kondusif; dan 7) perbaikan kompetisi bisnis yang adil.
“Dengan mengimplementasikan strategi-strategi tersebut, investasi di Indonesia terus ditingkatkan. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga menyadari bahwa isu yang kini tengah berkembang pesat adalah seputar Outward Direct Investment. Terkait hal tersebut, Pemerintah Indonesia sangat mendukung investor atau perusahaan dalam negeri yang berniat untuk berinvestas atau mengembangkan usahanya ke negara asing. Dukungan diberikan dalam bentuk pendampingan bagi investor atau firma, pelaksanaan kajian, hingga pencarian dan pengumpulan data investasi di negara tujuan,” tegas Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam 21st Century Global Investment Policymaking, forum rangkaian World Investment Forum 2018 yang berlangsung di kantor pusat United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Jenewa, Swiss (25/10).
Saat ini, Indonesia tengah memasuki generasi baru dalam pengambilan kebijakan terkait investasi. Secara fundamental, generasi baru tersebut terbagi atas dua strategi kebijakan, yakni reformasi administasi dan reformasi sektoral. Salah satu contoh konkret kebijakan reformasi administrasi adalah pembentukan OSS Center yang melibatkan dan mengintegrasikan 22 kementerian/lembaga yang berkewajiban untuk menerbitkan lisensi bisnis atau investasi di bawah satu payung konsolidasi yang sama sehingga investor semakin tertarik untuk berinvestasi. Sebagai tindak lanjut impelentasi OSS, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018, Pemerintah Indonesia juga memberlakukan Electronic Single Submission System (Online Single Submission/OSS) yang bertujuan untuk menyediakan layanan terintegrasi yang lebih simpel, cepat, dan transparan.
Terkait reformasi sektoral, Pemerintah Indonesia tengah berusaha untuk mendukung penuh investasi di bidang infrastryktur melalui tiga strategi utama sesuai RPJMN 2015-2019. Pertama, pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar seperti air minum, sanitasi, listrik dan perumahan. Kedua, pemberian dukungan sektor-sektor terdepan dengan membangun konektivitas melalui jalan tol laut, transportasi intermoda, serta pelayanan daring seperti e-Government, e-Health, e-Education, e-Logistic, e-Commerce, juga sektor energi. Ketiga, pemberian dukungan transportasi urban, di antaranya melali pembangunan sistem transportasi massal intermoda berbasis jalan dan rel,” ujar Menteri Bambang. Selain isu reformasi administrasi dan reformasi sektoral, Indonesia juga menghadapi dua isu penting terkait implementasi dan realisasi investasi di Indonesia, yaitu kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) dan Daftar Negatif Investasi (DNI) atau Investment Negative List.
Menurut laporan EoDB dari Bank Dunia, Indonesia tercatat sebagai negara berpredikat Top Regulation Reform karena secara konsisten telah berhasil memperbaiki peringkat EoDB dari 106 di 2016, 91 di 2017, hingga 72 di 2018. Sesuai mandat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Pemerintah Indonesia kini berupaya untuk meraih posisi 40 dalam peringkat EoDB pada 2019 mendatang. Untuk mengatasi isu DNI agar fasilitas investasi dapat tersedia di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan revisi DNI, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016. Peraturan tersebut menegaskan tujuh sektor yang kini 100 persen terbuka bagi investasi langsung asing atau Foreign Direct Investment (FDI), yaitu: 1) distributor yang berafiliasi dengan produksi; 2) bahan mentah untuk farmasi; 3) kerja sama e-Commerce dengan usaha kecil dan menengah (UKM); 4) marketplace; 5) industri film; 6) layanan infrastruktur transportasi dan pendukungnya; dan 7) pariwisata. Meski FDI turun 41 persen di semester pertama 2018, realisasi investasi Indonesia masih didominasi FDI, dengan share FDI sebesar 56,6 persen dari total FDI ditambah Investasi Langsung Domestik atau Domestic Direct Investmet (DDI). Pertumbuhan FDI pun tercatat menurun 2 persen di semester pertama 2018.
Secara umum, terdapat koneksi antara DNI dan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pemerintah sangat menyadar bahwa target pembangunan infrastruktur tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan satu pendekatan pendanaan, mengingat terbatasnya anggaran pemerintah yang hanya mampu membiayai 41,3 persen total kebutuhan infrastruktur senilai USD 148,2 miliar. Sisa kebutuhan infrastruktur sebesar 22,2 persen atau senilai senilai USD 79,8 miliar dan 36,5 persen lainnya atau senilai USD 131,1 miliar diharapkan dapat dipenuhi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public-Private Partnership dan Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA). Skema PINA melengkapi skema KPBU untuk mengoptimalkan peran BUMN dan sektor swasta dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur di Indonesia.
“Investasi sangat mendukung pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) di Indonesia, terutama dalam meraih Tujuan 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Untuk menjawab tantangan peluang penciptaan tenaga kerja, Pemerintah Indonesia telah berhasil menyerap banyak tenaga kerja dalam industri padat karya, baik melalui FDI dan DDI, dalam kurun waktu 2018 hingga semester pertama 2018,” tutur Menteri Bambang. Penyerapan pekerja tersebut tersebar di tiga sektor. Pertama, sektor primer, meliputi tanaman pangan dan perkebunan, pertambangan, peternakan, dan kehutanan. Kedua, sektor sekunder, yakni industri makanan, industri bahan kimia dasar dan produk kimia, industri bahan logam dasar dan produk logam, industri tekstil, bahan kulit dan produk kulit, termasuk industri sepatu. Ketiga, sektor tersier, mencakup transportasi, pergudangan, telekomunikasi, kelistrikan, gas, air, konstruksi, hotel dan restoran, juga layanan lainnya. Dengan perbaikan terus-menerus, Indonesia akan mampu meraih target TPB/SDGs yang telah ditetapkan.
Di sela World Investment Forum 2018, Menteri Bambang melangsungkan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal UNCTAD Mukhisa Kituyi. Beberapa topik yang dibahas, di antaranya terkait program Train for Trade yang mendorong kepemilikan nasional dan Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular untuk memberantas kemiskinan, investasi dan kesehatan publik untuk mencapai Tujuan 3: Kesehatan yang Baik, program Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS) untuk manajemen utang, hingga program e-Commerce and The Digital Economy untuk pertumbuhan ekonomi. Menutup kunjungan di Jenewa, Menteri Bambang akan bertemu dengan pejabat tinggi United Nations Children's Fund atau yang sering disingkat UNICEF untuk membahas potensi kerja sama demi kesejahteraan anak Indonesia.