PEMBANGUNAN REKLAMASI PULAU K, MINIMNYA MELIBATKAN MASYARAKAT
https://www.jakartaforum.web.id/2016/09/pembangunan-reklamasi-pulau-k-minimnya.html
Jakarta -PTUN, PEMBANGUNAN REKLAMASI PULAU K, MINIMNYA MELIBATKAN MASYARAKAT. Sidang reklamasi pulau K seluas 32 Ha masih berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN ) Jakarta, antara Kalil BT. Carlim, dkk, dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih mengagendakan pemeriksaan saksi fakta. PT Pembangunan Jaya Ancol selaku pihak tergugat II intervensi menghadirkan Sumpeno yang merupakan Lurah Kelurahan Ancol sebagai saksi fakta dalam persidangan tersebut.
Sumpeno yang saat dilakukan konsultasi publik masih menjabat wakil Lurah Kelurahan Ancol memberikan keterangan soal proses konsultasi publik yang dilakukan pemprakarsa. Dalam keterangannya, Sumpeno menyatakan proses konsultasi publik pulau K yang dilakukan pada 16 Januari 2012 itu dihadiri oleh lurah RW 01 dan 02, Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) dan perwakilan kelurahan Ancol.
"Yang hadir itu RW 01 dan 02, Tokoh Masyarakat dan saya perwakilan Lurah," kata Sumpeno saat memberikan keterangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Jalan Sentra Primer Baru Timur, Jakarta Timur Kamis (29/9).
Dalam keterangan saksi fakta terungkap bahwa keterlibatan masyarakat dalam pembangunan pulau reklamasi sangat minim. Konsultasi publik yang hanya dilakukan hanya satu kali, yang hadir hanya ketua dari dua RW dari kelurahan Ancol. Sedangkan perwakilan masyarakat tidak dilibatkan begitupun pihak industri dan dinas terkait seperti BPLH yang merupakan memiliki kaitan dengan proyek reklamasi tidak hadir.
"Kita disuruh memberi masukan. Yang disampaikan masyarakat, mereka minta ditinggikan tanggul, dilakukan pembersihan Kali Ancol untuk mengatasi banjir Rob. Dan meminta kepada pihak perusahaan memperhatikan mayarakat," jelas Sumpeno.
Sumpeno juga menegaskan, saat dilakukan konsultasi publik tidak ada penolakan dari masyarakat Keluruhan Ancol. Pihak masyarakat hanya meminta pihak pengembang agar memperhatikan kehidupan masyarakat yang berada di kawasan pulau yang dibangun.
Untuk diketahui, Kelurahan Ancol sendiri terdiri dari kawasan pemukiman, pariwisata serta sentra bisnis seperti Mangga Dua. Sedangkan pemukiman warga kebanyakan di kawasan pantai seperti warga yang tinggal di RW 01, RW 08, RW 10 dan RW 11. Namun sebagian besar kelurahan tersebut tidak terlibat dalam konsultasi publik yang dilakukan PT Pembangunan Jaya Ancol.
LBH sendiri menggugat Surat Keputusan (SK) pelaksanaan Pulau K. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menerbitkan izin Nomor 2485 Tahun 2015 pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol pada 17 November 2015. PT Pembangunan Jaya Ancol diberikan izin seluas 32 hektar. Selain itu, Gubernur DKI Jakarta juga menerbitkan izin pulau G yang telah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada pengadilan tingkat pertama.
KONSULTASI PUBLIK YANG FORMALITAS.
Kuasa hukum penggugat Tigor Gemdita Hutapea menganggap konsultasi publik yang dilakukan pihak pengembang dan konsultan tak melibatkan masyarakat kelas bawah. Konsultasi dilakukan sebatas tingkat kelurahan tak menyentuh masyarakat yang berhadapan langsung dengan dampak pembangunan pulau reklamasi.
"Khusus pulau K, keterlibatan masyarakat dalam pulau K sangat minim dalam konsultasi publik. Karena yang diundang hanya dari pihak RW dan LMK," kata Tigor di PTUN Jakarta saat diminta tanggapannya usai persidangan, Kamis (29/9).
Minimnya keterlibatan masyarakat dalam konsultasi publik menyebabkan permasalahan yang ada dimasyarakat tidak dapat direspon dengan baik oleh pihak pengembang. Seharusnya, lapisan masyarakat bawah juga dilibatkan agar potensi masalahnya akan ditimbulkan dapat diatasi.
Kalau konsultasi publik tak mematuhi perundang-undangan, sambung Tigor, maka izin pelaksanaan bisa saja dibatalkan. "Ini jadi masalah. Sebab konsultasi publik itukan sesuatu yang sangat urgen menyusun amdal. Apabila konsultasi publik tidak sesuai dengan UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, maka izin lingkungannya bisa dibatalkan," tegas Tigor.
Tigor menyayangkan, konsultasi publik pulau K hanya dilakukan untuk memenuhi syarat prosedur. Sedangkan substansi permasalahan yang ada di masyarakat tidak pernah dikaji secara mendalam. Kalau dalam konsultasi tidak maksimal, maka amdal yang akan disusunpun tidak bisa mengatasi masalah. Karena konsultasi publik itu menjadi bahan dalam penyusunan Amdal.
"Prosedural saja. Padahal konsultasi publik itu menggali semua masalah yang ada di masyarakat yang kemudian dianalisa dalam Andal," ungkap Tigor.
Selain itu, Tigor mempermasalahkan kurangnya sosialisasi dari hasil konsultasi publik. Akibatnya, masyarakat banyak yang tidak mengetahui pembangunan pulau reklamasi. Seharusnya, sesuai dengan PP 17 tahun 2012 tentang pedoman bagaimana pelibatan masyarakat dalam konsultasi publik, harus dilakukan upaya lanjutan dengan menginformasikan dan menyosialisasikan kepada masyarakat.
"Yang saya tanya dilapangan baik pulau F atau K banyak masyarakat yang tidak tahu. Konsultasi publik hanya sebatas lurah dan RW," pungkas Tigor.
Sidang perkara No. 14/G/LH/2016/PTUN Jakarta, antara Kalil BT. Carlim, dkk, dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebagai penggugat. Melawan Gubernur Provinsi DKI Jakarta selaku tergugat, dan PT Pembangunan Jaya Ancol selaku pihak tergugat II intervensi di tunda pekan depan, Kamis 6 Oktober 2016 oleh ketua majelis hakim PTUN Jakarta yang diketuai Baiq Yuliani, dan masih mengagendakan saksi dan bukti. (edi/Jf)